Tuesday, May 26, 2015

Pertemuan 2

Wednesday, March 25, 2015




"She doesn't Like It"

Tulisan ini adalah kelanjutan dari tulisan pertama saya yang masih berhubungan dengan topik mengajar secara volunteer di Teach For Indonesia Binus University. Hari kedua, saya dan teman-teman seperti biasa menunggu di depan perpustakaan kampus anggrek. Para murid yang siap diajar pada hari itu berbaris dengan rapi dan penuh semangat sehingga membuat kami yang tadinya lelah setelah seharian berkuliah, ikutan semangat juga.

Berbeda dengan hari pertama, hari ini dan seterusnya kami diberi perintah oleh para pembina TFI untuk mengajar anak hanya satu orang saja. Saya berfikir, mungkin pihak terkait membuat kebijakan seperti itu agar kami bisa lebih fokus pada satu anak yang telah dipercayakan tersebut. Anak yang saya pilih adalah salah satu dari anak yang saya ajar di minggu sebelumnya, seorang gadis kecil yang manis dan begitu ramah pada saya.

 

Sesampainya kami diruang pembelajaran, kami memulai kelas hanya dengan satu pelajaran yaitu bahasa inggris. Saya memilih mata pelajaran ini karena tidak bisa dipungkiri bahwa bahasa inggris merupakan mata pelajaran yang sangat penting untuk masa depan bangsa kita. Ya, bahasa ini adalah salah satu bahasa internasional. Pembahasan yang kami bahas hari ini cukup sederhana, hanya tentang beberapa vocabulary dasar dan penghafalan kata kerja. 

Saya membuat beberapa soal dari Lembar Kerja Siswa (LKS) sekolah dasar, ketika saya menjelaskan sedikit dari bahan materi, ternyata ada sedikit kendala dan ya, dia terlihat tidak senang dengan pemilihan pembahasan hari ini. Namun, saya tetap berusaha untuk membuat dia mau mendorong dirinya untuk tidak mengabaikan mata pelajaran ini, dia harus mau melawan kemalasannya dalam belajar bahasa inggris. Sehingga, ada beberapa waktu dimana kami belajar dan berhenti sejenak untuk bercanda, kemudian belajar lagi.

Setelah waktu menunjukkan pukul hampir lima sore, kami (saya dan anak didik) sama-sama berkemas dan membereskan semua buku dan alat tulis yang telah kami keluarkan. Saya merasa tidak enak pada hari itu dan akhirnya saya berkata 'kalau gitu kita gak bahas inggris lagi ya! bahas mata pelajaran yang lain aja'. Akhirnya waktu pulang pun tiba, anak-anak yang sudah selesai les pada hari itu, saling bersalam jumpa dengan kakak-kakaknya dan begitupun dengan anak didik saya dia melambaikan tangannya sambil tersenyum. Saya merasa lega karena dia terlihat lebih baik dari waktu kami belajar tadi.

Saya jadi belajar bahwa, memang segala sesuatu yang dipaksakan tidak akan berbuah baik, mungkin memang bisa berbuah baik tetapi semua butuh waktu dan proses untuk mencapai hasil yang maksimal tersebut. Dan dalam hal ini, tidak mudah untuk membuat seorang gadis kecil yang masih sangat labil pemikiran dan perasaannya untuk menuruti apa yang kita mau lakukan. Kembali lagi, segala sesuatu tidak bisa dipaksakan dan pastinya butuh proses.


Nilai pancasila yang dapat saya ambil dalam sesi mengajar hari kedua ini adalah 'Kemanusiaan yang adil dan beradab' mengapa? Karena setiap manusia memiliki hak untuk memilih, apa yang menurutnya baik, tidak, menyebalkan, tidak adil, dsb. Dalam pembelajaran hari ini, saya jadi belajar bahwa mungkin anak didik saya saat ini sedang lelah dan ingin belajar apa yang disukai olehnya, bukan malahan memaksa apa yang saya hanya ingin ajarkan kepadanya. Jadi, kesimpulan yang bisa saya ambil adalah biarlah setiap pembelajaran yang diberikan oleh orang lain (dalam hal ini anak didik saya) membuat kita termotivasi untuk mengintropeksi diri dan menjadi lebih baik lagi di hari kedepannya.

Titiek Tania - 1801407871
Mengajar di Kampus Anggrek Kemanggisan


Sunday, May 24, 2015

Pertemuan 1

Wednesday, 18 March, 2015

"From Nothing to Something"

Pada awalnya, saya tidak mengira akan diberikan sebuah tanggung jawab untuk melakukan tugas 'Mengajar'. Ya, saya bukan guru ataupun dosen. Saya hanyalah seorang mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di universitas dan berusaha menggapai cita-cita yang saya impikan.

Tak disangka, setelah beberapa waktu saya berkuliah, terdapat sebuah tugas dari mata kuliah Character Building: Pancasila yang mewajibkan para mahasiswanya untuk melakukan kegiatan sosial yang salah satunya adalah mengajar. Saat saya diberi tugas tersebut, saya berusaha mencari-cari siapa pendiri dari komunitas sosial ini, dan ternyata komunitas Teach For Indonesia powered by Binus University lah yang bertanggung jawab dan mengelola kegiatan volunteer ini. Sempat terkagum, karena masih ada komunitas volunteer yang mau peduli dan memperjuangkan pendidikan bangsa dan negara ini khususnya bagi mereka yang kurang mampu.

Itulah sedikit latar belakang saya menulis blog ini, dan sekarang izinkan saya untuk memperkenalkan diri:
NAMA           : Titiek Tania
NIM               : 1801407871
JURUSAN    : Hotel Management



Saya akan menuliskan tentang pengalaman saya dalam hari pertama mengajar. Ya, seperti apa yang dirasakan semua orang saat melakukan hal baru pertama kali, saya merasa tegang, canggung, skaligus bingung. Kami bersama para pengajar volunteer lainnya berkumpul di depan perpustakaan Binus University pukul 14.45 WIB, kemudian para pembina dari Teach For Indonesia (TFI) membuat keputusan untuk meminta kami memilih lima orang anak untuk diajar pada hari itu dan membawa mereka ke ruang bimbel di lantai delapan. Kelas anak ajar yang saya pilih adalah kelas lima SD.

Kami pergi ke lantai delapan menggunakan lift dan harus bersama-sama selalu dengan anak-anak didik kami. Sesampainya di lantai delapan, kami memasuki salah satu ruangan dan..... pengajaranpun dimulai. Saya terlebih dahulu memperkenalkan nama saya dan begitupun mereka. Setelah beberapa lama, proses belajar mengajarpun dimulai. Pada hari itu, saya mengajarkan pelajaran Bahasa Indonesia (Plot atau alur, membahas PR sekolah) dan juga Matematika (Satuan Pengukuran).

Yang menarik adalah dua orang belajar bahasa, dan tiga orang belajar matematika tetapi mereka bisa saling membantu saat ada salah satu temannya yang tidak mengerti dan mengalami kesulitan. Beginilah kira-kira percakapan mereka:
'kak aku gabisa ngapalin tangga satuan ukurnya, susah...' ucap salah satu anak.
'bentar-bentar coba aku inget dulu, kilometer, hektometer... em...' ucap teman sebelahnya.
'kak, kan ada cara gampang hafalinnya tau' ucap anak yang tadinya mengerjakan PR bahasa dan langsung masuk percakapan kami.
'gimana gimana?' tanya saya penasaran.
'kiayi haji damir makan duren campur mie muntah-muntah' jawabnya dengan percaya diri.
'nahhh bener tuh, temen kamu tau smart solutionnya hahaha' ucap saya sambil malu-malu.


Setelah beberapa saat kemudian, saat mereka terlihat sedikit bosan, saya bertanya-tanya sedikit tentang sekolah mereka, berapa lama mereka mengikuti bimbingan belajar ini, dsb. Tak terasa, jam menunjukkan pukul 16.45, para pembina TFI di kelaspun mengizinkan kami untuk mengambil foto bersama anak-anak. Inilah foto kami: 

 


Nilai pancasila yang dapat saya ambil dalam sesi mengajar di hari pertama ini adalah 'Persatuan Indonesia' mengapa? Karena segala perbedaan yang kami miliki, baik dari segi latar belakang, usia, agama, suku, dan sebagainya ini tidak menjadi penghalang bagi kami (saya dan anak-anak) untuk saling membantu satu sama lain. Saya percaya, apa yang saya lakukan dan yang mereka dapatkan sama-sama memiliki satu tujuan, yaitu ilmu untuk membuat bangsa kami semakin terintegrasi dalam pengetahuan dan akal budi.


Titiek Tania - 1801407871
Mengajar di Kampus Anggrek Kemanggisan