Friday, June 5, 2015

Pertemuan 6

Wednesday, May 20, 2015




" Last with Another One "

Hari ini adalah hari terakhir saya mengajar secara volunteer di Teach For Indonesia Binus University. Beberapa teman saya sudah menyelesaikannya diminggu lalu (pada saat saya izin). Ketentuan mengajar minimal adalah 6 kali atau setara dengan 10 jam community service, jadi tepat hari ini adalah hari terakhir saya mengajar di semester ini.

Saya kemudian datang ke ruangan tempat anak-anak didik berkumpul, saya mencari anak didik saya yang sebelumnya dan ternyata dia tidak masuk. Akhirnya saya memilih salah satu anak, seorang gadis cantik berjilbab bernama Syafina Maulidya. Dia duduk dibangku kelas lima SD. Sesampainya kami dikelas, kami berbincang sebentar untuk saling memperkenalkan diri. Ternyata, dia adalah salah satu anak yang teman saya ajar beberapa minggu kemarin. 

Pelajaran pun dimulai, kami sepakat untuk belajar IPA dan juga bahasa inggris. Ketika kami memulai pelajar IPA, saya merasa kesulitan karena saya tidak ahli dalam materi tersebut. Untungnya pihak TFI mengizinkan kami para pengajar untuk boleh mengakses internet jika mengalami kesulitan. Kami mengerjakan bab latian soal ujian akhir sekolah. Setelah mengerjakan beberapa soal, akhirnya kami sepakat untuk mengganti materi.

Pelajaran selanjutnya adalah bahasa inggris, pada saat dia membuka LKSnya, ternyata semua latian soal akhir bab sudah terisi penuh. Saya kebingungan pada awalnya harus mengajarkan materi apa. Namun, akhirnya saya membahas soal-soal yang dia jawab salah disekolahnya, beberapa latihan soal isian yang masih kosong. 


Setelah belajar semuanya, masih tersisa banyak waktu luang. Saya berfikir karena hari ini hari terakhir, saya menyudahi pembelajaran dan banyak melakukan perbincangan. Kami sangat menikmati perbincangan tersebut, ya walau kami baru bertemu hari ini, tetapi suasana yang tercipta sangat cair dan menyenangkan. 


Saran saya untuk Teach For Indonesia kedepannya adalah:
  • Lebih ditingkatkan lagi keamanan untuk anak-anak yang mengikuti bimbingan belajar, karena saya melihat ada anak-anak yang tersesat saat mencari ruangan pembelajaran.
  • Lebih peduli dan berhati-hati dalam berbicara, karena saya melihat pada waktu itu beberapa pembina terlihat galak dan marah-marah saat mengatur anak-anak. Saya berfikir kalau anak seusia mereka pasti paling tidak suka dibentak, apalagi ditambah dengan emosi yang membuat mereka semakin tertekan mentalnya.
Itulah pendapat saya, semoga saran-saran yang tertulis diatas dapat bermanfaat bagi Teach For Indonesia kedepannya untuk menjadi lebih baik lagi. Sebagai salah satu syarat pembuatan blog akhir, saya mencantumkan kuesioner sederhana yang telah diisi oleh anak didik saya di hari terakhir ini.

entah dia sedang berfikir apa saat mengisi ini :-)
nomor empat di klarifikasi karena dia tidak tahu pada awalnya apa singkatan TFI

Saya ucapkan terima kasih untuk Teach For Indonesia. Semoga program ini mampu membantu perkembangan pendidikan di Indonesia agar para generasi muda ini tetap bisa belajar dengan maksimal walau dengan keterbatasan finansial. Saya berharap program ini mampu membuat anak-anak bangsa semakin cerdas dan mampu bersaing di dunia global.

Titiek Tania - 1801407871
Mengajar di Kampus Anggrek Kemanggisan

Pertemuan 5

Wednesday, May 06, 2015




" Being Normal is Boring "

Hari ini saya mengajar untuk yang kelima kalinya. Tidak seperti biasanya, pada hari ini kami (teman-teman pengajar lainnya) merasa kebingungan, karena tidak ada anak-anak yang berkumpul di luar ruangan depan perpustakaan kampus. Pada akhirnya, kami berkeliling ke semua lantai, mondar-mandir, naik-turun eskalator, dan sampailah kami di ruang berkumpulnya anak-anak. Saya menyesal karena tidak menaruh perhatian yang lebih saat para pembina TFI memberikan informasi perubahan jadwal yang harus diakses di sebuah blog internet.

Beberapa saat kemudian, kami (saya dan anak didik) masuk ke ruangan dan mulai belajar. Materi yang kami sepakati bersama adalah belajar bahasa indonesia dan matematika (ya matematika lagi). Yang pertama kami pilih adalah bahasa indonesia, bahan yang saya ajarkan adalah latihan-latihan soal agar anak didik saya terbiasa untuk mengerjakan soal-soal yang seringkali menjebak pelajar karena tidak membacanya dengan teliti karena bacaan yang banyak sehingga kurang fokus. Kami membahas beberapa soal dari setiap bab. Dia mengerjakan soal-soal yang ada, kemudian membahas apa yang dia tidak mengerti dengan beberapa penjelasan singkat, mengapa jawabannya ini, dan lain sebagainya.


Setelah itu, kami memulai pelajaran yang kedua yaitu matematika. Bahan ajar yang saya pilih adalah perkalian dan pembagian, memang terlihat mudah dan terlalu dasar, tetapi saya mencobanya untuk menghitung angka- angka yang nominalnya besar (perkalian) dan hasil angka berkoma (pembagian). Saya ingin menumbuhkan rasa percaya diri pada dia, karena kebanyakan orang saat dihadapkan oleh soal yang jarang iya temukan, dia akan merasa ragu dengan hasil hitungannya dan malah berkata 'ah takut salah, ah kayaknya aneh deh jawabannya masa segini....' dan sebagainya. Begitulah kata-kata yang sering diucapkan oleh para pelajar, maka tidak jarang para pelajar langsung menyebutkan matematika adalah mata pelajaran yang sulit dan mematikan.


Setelah kami belajar kedua mata pelajaran tadi, waktu mulai menunjukkan pukul 16.30 WIB sehingga itu waktunya kami untuk sedikit bersantai dari pelajaran. Saya tidak ingin seperti yang lain, terlalu serius kepada anaknya sehingga membuat si anak didik terlihat stres dan bosan. Anak didik saya ternyata melihat ada salah satu kakak pengajar yang bermain juga, dia sangat penasaran dengan apa yang mereka berdua lakukan, jadi kami berdua sama-sama memperhatikan mereka. Setelah beberapa saat, kami mulai menirukan permainan yang mereka lakukan dan sambil bercerita-cerita.

Salah satu ceritanya adalah dia bercerita kalau disekolahnya akan ada pentas seni dan dia akan menjadi bagian dari pengisi acara. Saya bangga karena dia bisa aktif berpartisipasi dalam kegiatan sekolah. Oleh karena cerita dia, saya jadi teringat satu permainan yaitu kami harus ber-suit dan yang kalah harus menyanyikan salah satu lagu dengan huruf vokal yang diganti dengan huruf vokal yang ditentukan. Misalnya 'balonku ada lima, rupa-rupa warnanya menjadi bolonko odo lomo, ropo-ropo wornonyo'. Dia tertawa lepas karena permain itu, senang rasanya karena kami bisa menghabiskan waktu bersama dengan pembelajaran serius tetapi tetap fun.


Nilai pancasila yang dapat saya ambil dari sesi mengajar hari keempat ini adalah 'Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan' mengapa? Karena menurut saya, semua mata pelajaran itu tidak ada yang sulit. Asalkan kita mau belajar dengan tekun, serius, dan memiliki hikmat serta fokus yang benar dalam belajar, semua pasti bisa. Ditambah lagi, jika ada yang sulit, kesulitan itu bisa ditanyakan kepada orang yang lebih ahli atau berpengalaman (musyawarah). Saya percaya, tujuan akhir setiap pelajar Indonesia adalah untuk memajukan bangsanya, Bangsa Indonesia.

Titiek Tania - 1801407871
Mengajar di Kampus Anggrek Kemanggisan


Thursday, June 4, 2015

Pertemuan 4

Wednesday, April 08, 2015




" Hi, I'm Her Friend! "

Pada hari ini, saya datang mengajar untuk hari yang ke-4 dengan waktu dan tempat yang sama yaitu pukul 15.00 WIB bertempat di Binus University Kampus Anggrek di daerah Kemanggisan. Berbeda dengan minggu sebelumnya, anak yang saya ajar pada minggu-minggu lalu tidak hadir sehingga pihak TFI berkata saya harus mengajar anak kelas 5 SD lainnya untuk diajar pada hari itu dan berkata 'jadikan dia sebagai anak didik pengganti untuk dirimu hari ini'. Setelah itu, pihak TFI menawarkan saya kepada anak-anak didik yang berkumpul di ruang kelas dan ternyata ada satu anak yang mengancungkan tangannya dengan senyum dan semangat, tanpa ragu saya memilih anak tersebut. Dia adalah seorang gadis yang berkulit hitam manis dengan paras yang cantik, berlaku sopan dan sangat ramah walaupun kami baru bertemu pertama kali pada hari itu.

Sesampainya kami di ruang kelas mengajar, saya dan dia saling memperkenalkan diri terlebih dahulu dan bercerita sedikit tentang diri kami masing-masing. Dia dengan antusias berkata 'Kak, aku temennya Dinda loh kita satu sekolahan hehehe' Dinda adalah anak yang saya ajar beberapa minggu belakangan ini, dia berkata bahwa Dinda tidak bisa hadir karena kelelahan dan kurang enak badan. Setelah sedikit berbincang-bincang, akhirnya kami memulai pelajaran dan saya berkata 'Mau belajar apa kita hari ini?' dengan semangat dan tanpa ragu dia menjawab 'Ayo kak kita belajar bahasa inggris, aku suka banget bahasa inggris'. Setelah memilih topik pembahasan materi, kami pun memulai sesi belajar.

Pembahasan yang kami pilih pada hari ini adalah tentang macam-macam profesi, pemahanan tentang penggunaan 5W+1H (What, When, Who, Where, Which, How), dan penggunaan to be yang benar untuk setiap subyek yang mengikutinya. Dalam sesi mengajar kali ini sangatlah aktif dan menyenangkan, karena anak didik saya sangat menunjukkan antusiasnya dalam belajar bahasa. Dia juga terlihat pandai dan sangat menguasai materi yang sedang diajarkan sehingga saya tidak mengalami kesulitan untuk mengajarkan materi-materi hari ini. Saya memilih cara belajar dengan beberapa gerakan, misalnya pada saat dia menebak butcher, saya pura-pura memperagakan seorang penjaga toko yang sedang memotong daging dengan pisau tajam, dan sebagainya. Selain profesi, kami juga berlatih soal tentang penggunaan 5W+1H dan to be dalam sebuah kalimat baik itu simple, past, maupun continuous tenses.


Waktu menunjukkan pukul 16.30 WIB, itu artinya kami boleh menghentikan pembelajaran bimbingan belajar dan mengambil waktu beberapa menit untuk mengambil foto bersama. Setelah kami mengambil foto, kami saling bertukar cerita. Satu cerita yang saya ingat adalah dia berkata bahwa ayahnya seorang pekerja di Bank Indonesia. Ingin melebihi ayahnya, dia bercia-cita ingin bisa menjadi seorang professor. Dia bilang kalau menjadi professor itu seru, bisa menemukan suatu benda yang diakui oleh masyarakat luas, berada di laboratorium, dan hal lainnya. Dia juga bertekad untuk bisa belajar bahasa asing selain inggris dan dia sudah mengajukan hal itu kepada kedua orangtuanya.

Saya merasa termotivasi mendengar ceritanya yang sangat tegas dan tanpa ragu tersebut. Hal itu membuat saya merasa malu, seorang gadis kecil saja mempunyai pilihan dan tujuan hidup yang jelas dan matang, tetapi mengapa saya sebagai generasi diatasnya malah menjalani hidup tanpa tujuan dan arah yang jelas layaknya air yang mengikuti arus sungai.


Nilai pancasila yang dapat saya ambil dari sesi mengajar hari keempat ini adalah 'Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia' mengapa? Karena setiap generasi tanpa memandang latar belakang ataupun fisik-nonfisik memiliki hak yang sama untuk bermimpi mengenai masa depannya. Semua impian dan cita-cita disertai dengan tekad yang kuat pasti suatu saat nanti sangat berguna bagi bangsa Indonesia. Kita percaya, semua keberhasilan yang telah dicapai pasti didasarkan untuk satu tujuan utama, yaitu memajukan harkat dan martabat bangsa sehingga mampu mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dimasa sekarang, esok, dan yang akan datang.


Titiek Tania - 1801407871
Mengajar di Kampus Anggrek Kemanggisan


Tuesday, June 2, 2015

Pertemuan 3

Wednesday, April 01, 2015




"Mathematics isn't That Hard"

Pada hari ini, saya datang mengajar untuk hari yang ke-3 dengan waktu dan tempat yang sama yaitu pukul 15.00 WIB bertempat di Binus University Kampus Kemanggisan. Materi atau bahan ajar yang kami sepakati hari ini adalah matematika. Oh ya, setiap bahan materi yang kami bahas pasti selalu mengambil dari Lembar Kerja Siswa (LKS). Tetapi, sayangnya anak didik saya yang saat ini tidak memiliki LKS disekolahnya, sehingga kami harus s'lalu meminjam buku tersebut dari anak didik yang lain. Ini dia contoh-contoh LKS yang kami gunakan.


Selanjutnya, kami memilih sub-bab yang ingin dibahas, dan anak didik saya memilih sub-bab bangun datar dan bangun ruang. Dia memilih bangun datar dan ruang karena di sekolahnya sedang belajar itu. Pertama-tama saya mulai dari rumus-rumus dasar seperti apa itu rumus volume kubus, balok, jajar genjang, layang-layang, trapesium, persegi, dan sebagainya. Setelah kami membahas rumus, kami membahas jumlah rusuk yang ada disetiap bangun-bangun tersebut.

Hal yang paling mengasyikkan adalah saat kami membahas jaring-jaring dan simetri. Dia bercerita, kalau disekolahnya telah dipraktekkan membuat jaring-jaring kubus, dia kagum ternyata kubus cara buat tiga dimensinya kayak gini, lalu bisa dimulai dari jumlah dan posisi kotak-kotak yang berbeda. Saya juga sedikit merobek kertas untuk menunjukkan kalau hal itu memang keren dan benar bisa berbentuk tiga dimensi.

Setelah bercerita sekaligus belajar tentang jaring-jaring bangun ruang, kami juga membahas simetri. Pada awalnya saya lupa bagaimana asal mula simetri bisa terbentuk, setelah saya baca-baca buku yang kami punya, akhirnya saya bisa mengajari anak didik saya. Saya bilang, jadi simteri itu terbagi dalam dua macam, ada simetri putar dan simetri lipat. Simetri pada dasarnya, mengharuskan bentuk yang kita lakukan (baik dilipat atau di putar) memiliki berapa kali jumlah yang sama baik dilipat ke kanan, ke kiri, diputar 90 derajat, 180 derajat, dan sebagainya.

Saya merasa senang karena dia bisa belajar sambil tertawa dan bercanda ria, karena saya ingin membuat anak didik saya menanamkan pemahaman 'mathematics isn't that hard' kok. Kita bisa karena terbiasa, suka, dan tidak menganggap hal itu sulit dari awal.


Nilai pancasila yang dapat saya ambil dari sesi mengajar hari ketiga ini adalah 'Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan' mengapa? Karena ketika kita belajar tetapi hanya ada interaksi satu arah (pengajar ke anak didik maupun sebaliknya) maka hasil yang didapat tidak akan maksimal. Saya ingin sekali bisa menerapkan sistem pembelajaran yang komunikatif tetapi tetap membahas materi terkait. Jadi, bisa ditarik kesimpulan bahwa seorang pengajar harus bisa menerapkan sikap kebijaksanaannya dalam mengajar sehingga materi yang diajarpun bisa menguntungkan bagi kedua belah pihak (pengajar dan anak didik).

Titiek Tania - 1801407871
Mengajar di Kampus Anggrek Kemanggisan


Tuesday, May 26, 2015

Pertemuan 2

Wednesday, March 25, 2015




"She doesn't Like It"

Tulisan ini adalah kelanjutan dari tulisan pertama saya yang masih berhubungan dengan topik mengajar secara volunteer di Teach For Indonesia Binus University. Hari kedua, saya dan teman-teman seperti biasa menunggu di depan perpustakaan kampus anggrek. Para murid yang siap diajar pada hari itu berbaris dengan rapi dan penuh semangat sehingga membuat kami yang tadinya lelah setelah seharian berkuliah, ikutan semangat juga.

Berbeda dengan hari pertama, hari ini dan seterusnya kami diberi perintah oleh para pembina TFI untuk mengajar anak hanya satu orang saja. Saya berfikir, mungkin pihak terkait membuat kebijakan seperti itu agar kami bisa lebih fokus pada satu anak yang telah dipercayakan tersebut. Anak yang saya pilih adalah salah satu dari anak yang saya ajar di minggu sebelumnya, seorang gadis kecil yang manis dan begitu ramah pada saya.

 

Sesampainya kami diruang pembelajaran, kami memulai kelas hanya dengan satu pelajaran yaitu bahasa inggris. Saya memilih mata pelajaran ini karena tidak bisa dipungkiri bahwa bahasa inggris merupakan mata pelajaran yang sangat penting untuk masa depan bangsa kita. Ya, bahasa ini adalah salah satu bahasa internasional. Pembahasan yang kami bahas hari ini cukup sederhana, hanya tentang beberapa vocabulary dasar dan penghafalan kata kerja. 

Saya membuat beberapa soal dari Lembar Kerja Siswa (LKS) sekolah dasar, ketika saya menjelaskan sedikit dari bahan materi, ternyata ada sedikit kendala dan ya, dia terlihat tidak senang dengan pemilihan pembahasan hari ini. Namun, saya tetap berusaha untuk membuat dia mau mendorong dirinya untuk tidak mengabaikan mata pelajaran ini, dia harus mau melawan kemalasannya dalam belajar bahasa inggris. Sehingga, ada beberapa waktu dimana kami belajar dan berhenti sejenak untuk bercanda, kemudian belajar lagi.

Setelah waktu menunjukkan pukul hampir lima sore, kami (saya dan anak didik) sama-sama berkemas dan membereskan semua buku dan alat tulis yang telah kami keluarkan. Saya merasa tidak enak pada hari itu dan akhirnya saya berkata 'kalau gitu kita gak bahas inggris lagi ya! bahas mata pelajaran yang lain aja'. Akhirnya waktu pulang pun tiba, anak-anak yang sudah selesai les pada hari itu, saling bersalam jumpa dengan kakak-kakaknya dan begitupun dengan anak didik saya dia melambaikan tangannya sambil tersenyum. Saya merasa lega karena dia terlihat lebih baik dari waktu kami belajar tadi.

Saya jadi belajar bahwa, memang segala sesuatu yang dipaksakan tidak akan berbuah baik, mungkin memang bisa berbuah baik tetapi semua butuh waktu dan proses untuk mencapai hasil yang maksimal tersebut. Dan dalam hal ini, tidak mudah untuk membuat seorang gadis kecil yang masih sangat labil pemikiran dan perasaannya untuk menuruti apa yang kita mau lakukan. Kembali lagi, segala sesuatu tidak bisa dipaksakan dan pastinya butuh proses.


Nilai pancasila yang dapat saya ambil dalam sesi mengajar hari kedua ini adalah 'Kemanusiaan yang adil dan beradab' mengapa? Karena setiap manusia memiliki hak untuk memilih, apa yang menurutnya baik, tidak, menyebalkan, tidak adil, dsb. Dalam pembelajaran hari ini, saya jadi belajar bahwa mungkin anak didik saya saat ini sedang lelah dan ingin belajar apa yang disukai olehnya, bukan malahan memaksa apa yang saya hanya ingin ajarkan kepadanya. Jadi, kesimpulan yang bisa saya ambil adalah biarlah setiap pembelajaran yang diberikan oleh orang lain (dalam hal ini anak didik saya) membuat kita termotivasi untuk mengintropeksi diri dan menjadi lebih baik lagi di hari kedepannya.

Titiek Tania - 1801407871
Mengajar di Kampus Anggrek Kemanggisan


Sunday, May 24, 2015

Pertemuan 1

Wednesday, 18 March, 2015

"From Nothing to Something"

Pada awalnya, saya tidak mengira akan diberikan sebuah tanggung jawab untuk melakukan tugas 'Mengajar'. Ya, saya bukan guru ataupun dosen. Saya hanyalah seorang mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di universitas dan berusaha menggapai cita-cita yang saya impikan.

Tak disangka, setelah beberapa waktu saya berkuliah, terdapat sebuah tugas dari mata kuliah Character Building: Pancasila yang mewajibkan para mahasiswanya untuk melakukan kegiatan sosial yang salah satunya adalah mengajar. Saat saya diberi tugas tersebut, saya berusaha mencari-cari siapa pendiri dari komunitas sosial ini, dan ternyata komunitas Teach For Indonesia powered by Binus University lah yang bertanggung jawab dan mengelola kegiatan volunteer ini. Sempat terkagum, karena masih ada komunitas volunteer yang mau peduli dan memperjuangkan pendidikan bangsa dan negara ini khususnya bagi mereka yang kurang mampu.

Itulah sedikit latar belakang saya menulis blog ini, dan sekarang izinkan saya untuk memperkenalkan diri:
NAMA           : Titiek Tania
NIM               : 1801407871
JURUSAN    : Hotel Management



Saya akan menuliskan tentang pengalaman saya dalam hari pertama mengajar. Ya, seperti apa yang dirasakan semua orang saat melakukan hal baru pertama kali, saya merasa tegang, canggung, skaligus bingung. Kami bersama para pengajar volunteer lainnya berkumpul di depan perpustakaan Binus University pukul 14.45 WIB, kemudian para pembina dari Teach For Indonesia (TFI) membuat keputusan untuk meminta kami memilih lima orang anak untuk diajar pada hari itu dan membawa mereka ke ruang bimbel di lantai delapan. Kelas anak ajar yang saya pilih adalah kelas lima SD.

Kami pergi ke lantai delapan menggunakan lift dan harus bersama-sama selalu dengan anak-anak didik kami. Sesampainya di lantai delapan, kami memasuki salah satu ruangan dan..... pengajaranpun dimulai. Saya terlebih dahulu memperkenalkan nama saya dan begitupun mereka. Setelah beberapa lama, proses belajar mengajarpun dimulai. Pada hari itu, saya mengajarkan pelajaran Bahasa Indonesia (Plot atau alur, membahas PR sekolah) dan juga Matematika (Satuan Pengukuran).

Yang menarik adalah dua orang belajar bahasa, dan tiga orang belajar matematika tetapi mereka bisa saling membantu saat ada salah satu temannya yang tidak mengerti dan mengalami kesulitan. Beginilah kira-kira percakapan mereka:
'kak aku gabisa ngapalin tangga satuan ukurnya, susah...' ucap salah satu anak.
'bentar-bentar coba aku inget dulu, kilometer, hektometer... em...' ucap teman sebelahnya.
'kak, kan ada cara gampang hafalinnya tau' ucap anak yang tadinya mengerjakan PR bahasa dan langsung masuk percakapan kami.
'gimana gimana?' tanya saya penasaran.
'kiayi haji damir makan duren campur mie muntah-muntah' jawabnya dengan percaya diri.
'nahhh bener tuh, temen kamu tau smart solutionnya hahaha' ucap saya sambil malu-malu.


Setelah beberapa saat kemudian, saat mereka terlihat sedikit bosan, saya bertanya-tanya sedikit tentang sekolah mereka, berapa lama mereka mengikuti bimbingan belajar ini, dsb. Tak terasa, jam menunjukkan pukul 16.45, para pembina TFI di kelaspun mengizinkan kami untuk mengambil foto bersama anak-anak. Inilah foto kami: 

 


Nilai pancasila yang dapat saya ambil dalam sesi mengajar di hari pertama ini adalah 'Persatuan Indonesia' mengapa? Karena segala perbedaan yang kami miliki, baik dari segi latar belakang, usia, agama, suku, dan sebagainya ini tidak menjadi penghalang bagi kami (saya dan anak-anak) untuk saling membantu satu sama lain. Saya percaya, apa yang saya lakukan dan yang mereka dapatkan sama-sama memiliki satu tujuan, yaitu ilmu untuk membuat bangsa kami semakin terintegrasi dalam pengetahuan dan akal budi.


Titiek Tania - 1801407871
Mengajar di Kampus Anggrek Kemanggisan